Esai | Metonimia Absurd | Haluan Padang, 28 Agustus 2016


Oleh Encep Abdullah

Suatu hari saya iseng mengunggah sebuah foto minuman di dinding Facebook. Beberapa kawan memberikan komentar menarik. Foto itu berisi tiga kemasan minuman bermerek: (1) Teh Kotak, (2) Teh Botol Sosro, dan (3) Teh Gelas. Uniknya, ketiga merek tersebut dikemas serupa: kotak. Nah, hal ini yang menjadi sorotan saya dan kawan-kawan. 

Saya menertawai masalah kemasan ini berbulan-bulan, tetapi belum jua mendapatkan ilham untuk saya tulis. Saya khawatir sebagian orang mengira saya “psikopat”. Padahal, setelah saya berjelajah di internet, banyak juga orang yang “tersesat” memikirkannya—tetapi sayang, tidak sampai menjadi tulisan (serius), apalagi disangkutpautkan dengan bahasa, barangkali hanya saya yang otaknya agak “oleng” ini yang terkena imbas untuk membahasnya.

Di dinding Facebook saya menulis begini: “Saya teh bingung dengan nama minuman ini, mana eta yang benar?” Kawan-kawan menanggapi postingan saya bermacam-macam. Ada yang menjawab (1) betul semua, teh botol bentuknya kotak, teh gelas bentuknya kotak—Sutono—, (2) abdi teh bingung—Faddiens Meillo—, (3) udah berkali-kali nemu ini, tapi tetep ketawa kalo lihat lagi—Alifa—, (4) aneh semua, ada lagi teh gelas dalam [bentuk] botol—Sheva Haidar Ar Rizky—, (5) yang betul itu teh kotak (teh dalam kemasan kotak), yang salah adalah teh botol (tetapi dalam kemasan kotak) dan teh gelas (tetapi dalam kemasan kotak), jika saja teh botol konsisten dalam kemasan botol, itu baru benar dan teh gelas konsisten dalam kemasan gelas, itu juga benar—Agus Salim—, dan (6) itu bukan menyatakan bentuk kemasan, tapi menyatakan merek dagang—Muhammad Rois Rinaldi. 

Dari komentar terakhir inilah tiba-tiba saya teringat sesuatu tentang mata pelajaran Bahasa Indonesia. Nama-nama merek tersebut disebut metonimia ‘majas yang berupa pemakaian nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal sebagai penggantinya’. Teh Kotak, Teh Botol Sosro, dan Teh Gelas merupakan nama barang. Sayangnya, nama yang tertera dalam kemasan, dua di antaranya, memang tidak sesuai dengan kemasan aslinya. Kok, Teh Botol Sosro dan Teh Gelas dikemas dalam bentuk kotak? Kan, lucu. Lah, kalau Teh Kotak dikemas dalam botol, apakah namanya tetap Teh Kotak? 

Seorang kawan bernama Dani Maulana menegaskan bahwa tidak ada yang salah dalam hal tersebut. Yang dijual adalah mereknya. Kemasan tetra pack tetap akan bernama begitu. Mereka akan tetap memakai merek itu. Dan, yang paling penting perusahaan Sosro tetap eksis di Indonesia dan menguasai pangsa pasar. Weleh-weleh ujung-ujungnya ke pasar lagi.

Secara logika, Teh Kotak memang lebih tepat karena sejak awal hadir di dunia sudah diberi nama "Teh Kotak". Jadi, ya, bentuknya pasti kotak. Lah, kalau Teh Botol Sosro dan Teh Gelas, mereka sedari lahir sudah diberi nama itu oleh orang tua (baca: perusahaan) mereka. Jadi, apa boleh buat, mereka harus pasrah menerima takdir. Kalau mungkin diganti, dampaknya pasti akan memengaruhi pasar. Kembali bersaing dari nol. Nama produknya sudah kadung terkenal di jagat tanah air ini. Walaupun, sebenarnya, bisa saja—kalau dipaksakan—merek Teh Botol Sosro dihilangkan kata ‘Botol’-nya sehingga menjadi Teh Sosro. Hal itu lebih tepat. Jadi, tidak salah kalau dibuat kemasan model apa pun. Sesuka hati perusahaan. Lalu, bagaimana dengan nasib Teh Gelas? Apa yang mesti dihilangkan? 

Kalau dilihat dari kekonsistenan, Teh Kotak memang lebih konsisten. Ia tidak diproduksi dalam kemasan botol atau gelas meski merek lain “menggempur” habis-habisan. Teh Kotak sepenuhnya kotak. Ia tidak melakukan pemberontakkan logika. Atau jangan-jangan perusahaan itu memang sedang kebingungan mencari ide. Apa harus Teh Kotak dikemas botol? Menurut saya, tidak mengapa. Teh Botol Sosro dan Teh Gelas membuat metonimia absurd sebagai intrik dalam dunia industri: persaingan. Demi persaingan pasar, keduanya rela “mempermalukan” diri di depan publik. Saya yakin, perusahaan sadar dengan sesadar-sadarnya melakukan hal itu. Karena memang tidak ada jalan lain, selain melabrak kaidah logika itu sendiri. Kata Dani Maulana, tambahnya, Teh Gelas dan Teh Botol Sosro justru lebih hebat, kemasan aslinya laku keras, bersaing di kemasan tetra pack pun tetap laku keras. Kalau harus dianggap logis, bukan pemasaran namanya. Apa yang dikatakan Saudara Dani ada benarnya, tetapi semua kembali kepada persepsi konsumen masing-masing.

Nah, Anda tahu kan akhir-akhir ini juga sedang tenar musim tahu bulat? Saya sempat terpikir, apakah nanti tahu bulat akan dikemas kotak kalau ia sudah tidak laku lagi, atau jangan-jangan malah sebaliknya, tahu kotak yang dikemas jadi bulat karena kalah saing.  Ah, berbicara kotak dan bulat, saya pun jadi teringat kembali pada masa-masa SMP dan SMA dulu. Seorang kawan pernah mengajukan tebak-tebakan kepada saya: “Dilihat kotak, dipegang bulat, apa?” Saya menggeleng, tanda meyerah. Ia pun menjawab: “Logo OSIS di baju perempuan!” Saya mengernyitkan dahi. Loh!

Komentar