Puisi | Orang-Orang Kanekes, Pada Tanggal Merah | Suara Merdeka, 15 Juni 2014

 Puisi Encep Abdullah


Orang-Orang Kanekes


40 km dari kota rangkasbitung

aku bertemu rumah adat yang hanya berbahan dasar bambu

dengan kolong di bawahnya menyimpan kayu buat asap dapur mereka

wajah-wajah ibu dan remaja tampak nan putih tak berdebu bercahaya nan ayu

mereka sedang bertenun di teras rumah

beberapa berpakaian kaus oblong laiknya orang-orang sepertiku

:ciboleger


beranjak menapaki bukit

aku kembali bertemu wajah-wajah berkulit putih

ibu-ibu mengenakan pakaian "seksi" yang kadang terlihat pakaian dalamnya

bapak-bapak dan anak laki-laki mengikat kepalanya dengan kain berwarna hitam

membawa sebilah golok di pinggang kirinya

kaki-kaki mereka begitu mantap mencakar tanah tanpa sandal, tanpa sepatu

dengan ruas kaki yang begitu lebar dua- sampai tiga kali dari kakiku

: panamping


beranjak menapaki batu-batu yang runcing dan beberapa tanah yang licin

dengan peluh basah di sekujur tubuhku

kembali terlintas wajah-wajah putih nan bersih

sepasang remaja sedang asyik bercinta di gubuk

saling bermesraan

itulah sang pangeran kanekes berwajah tampan

bermata biru dan sang ratu berkulit putih

aku dan matahari saling cemburu

: menuju cibeo


matahari mulai beringsut dari peredarannya

tampak gubuk-gubuk saling berimpitan

anak-anak kecil berlari-lari tanpa saling bertabrakan

seperti hantu yang melintas di samping kiri kananku

tampak wajah-wajah polos pemilik rumah

berpakaian serba putih sudah menunggu di muka pintu

kami beristirah tanpa lampu tanpa sinyal tanpa banyak suara

penuh kedamaian tak seperti riuh kotaku yang belingsatan

: tangtu


2014


 

Pada Tanggal Merah


pada tanggal merah

aku tak bertemu kekasih

berpinggul lebar

ia pulang bertemu induknya

ada jarak yang harus kutempuh

untuk bersimpuh pada kedua orang tuanya

pada tanggal merah

aku kehilangan kekasih

berpinggul lebar

ia kangen kampung halamannya

ada napas yang harus kujemput

menyatukan cinta yang saling memagut


Komentar